foto by: Bisnis.com

JAKARTA – DSIMPLYTAX.com
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini masih menyusun peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang Bea Meterai yang baru (UU Nomor 10 Tahun 2020). Pengenaan Bea Meterai akan dilakukan terhadap dokumen dengan mempertimbangkan batasan kewajaran nilai yang tercantum dalam dokumen dan memperhatikan kemampuan masyarakat.

Demikian klarifikasi yang disampaikan oleh DJP menanggapi beredarnya informasi di masyarakat bahwa mulai 1 Januari 2021 Bea Meterai dikenakan atas Trade Confirmation (TC) sebagai dokumen atas transaksi surat berharga (saham, obligasi, dan lain-lain) tanpa ada batasan nilai.

DJP dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa klarifikasi tersebut disampaikan untuk dipahami sambil menunggu peraturan pelaksanaan UU Bea Meterai tersebut diterbitkan.
Dalam keterangan tertulisnya disebutkan dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan, dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Meterai.
“DJP sedang berkoordinasi dengan otoritas moneter dan pelaku usaha untuk merumuskan kebijakan tersebut,” demikian informasi keterangan tertulis tersebut.

Sementara itu, tarif bea materai hanya menjadi satu tarif yakni Rp 10.000 per lembar materai dan pengenaan bea materai yang juga akan berlaku untuk transaksi surat berharga, termasuk saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditolak mentah-mentah oleh para investor retail saham di dalam negeri.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia.com, penolakan disuarakan oleh para investor melalui kolom komentar berita CNBC Indonesia, akun media sosial Twitter, dan Instagram. Bahkan ada pula yang membuat petisi menolak bea materai Rp 10.000 untuk transaksi saham pada platform change.org.

Ada dua petisi penolakan bea materai Rp 10.000 ini dan sudah ditandatangani lebih dari 9.000 orang.

Petisi pertama dibuat Farissi Frisky, yang sudah ditandatangani oleh 6.061 orang. Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo, dan Bursa Efek Indonesia.

“Tahun 2020 adalah tahun kebangkitan investor ritel di Indonesia. Jumlah investor bertambah significant, hal ini membuka kemungkinan yang sungguh besar untuk pasar modal di Indonesia,” tulis Farrisi dalam petisi ‘Tolak Biaya Materai Untuk Saham’, dikutip CNBC Indonesia, Minggu (20/12/2020).

“Akan tetapi, pemerintah bukannya mendukung investor muda ini untuk tumbuh. Malah melihat mereka sebagai peluang untuk menambah pundi-pundi pemerintah melalui biaya materai yang dibebankan untuk setiap trade confirmation yang diterima oleh investor,” kata Farrisi melanjutkan.

Petisi penolakan bea materai Rp 10.000 untuk transaksi saham juga disuarakan oleh Inan Sulaiman, yang mengaku dirinya sebagai investor. Petisi berisi ‘Evaluasi Bea Materai Untuk Pasar Saham!’ ini telah ditandatangani oleh 3.860 orang.

“Sebagai Investor Ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya materai sangat memberatkan kami,” tulis Inan dalam petisinya.

Inan juga menyarankan agar peraturan terkait biaya Materai per Trade Confirmation (TC) dievaluasi dan direvisi. Paling tidak diberikan batas bawah materai senilai Rp 100 juta per TC.

“Supaya tidak memberatkan kami ritel kecil yang berusaha berjuang di Pasar Modal Indonesia,” kata Inan melalui petisi yang ditujukkan kepada Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (admin)